“Jakarta memang ibu kota Negara, apapun niscaya jadi
perhatian se-Indonesia. Keberhasilan-keberhasilan di Jakarta akan dibicarakan,
kegagalan-kegagalan di Jakarta akan selalu digunjingkan. Itulah berkah dan
kutukan sebagai gubernur ibukota, segala tindak tanduk diawasi jutaan pasang
mata. Prestasi ataupun cela sama-sama menjadi sorotan, setiap langkah hampir
pasti memicu perdebatan. Satu setengah tahu Ahok menjadi gubernur, sudahkah
Jakarta membaik ataukah tetap amburadul?”
Jakarta, tempat jutaan
orang mengadu nasib. Dari beragam latar belakang suku, agama, ras, etnis, dan
budaya seluruhnya menjadikan Jakarta sebagai tempat “memeras” keringat dan
mencari nafkah. Tidak ada yang bisa disalahkan. Problema pembangunan di
Indonesia, kesenjangan pusat dan daerah, semuanya sarat akan konflik, yang
mengakibatkan semua berduyun-duyun datang menapaki kerasnya ibukota. Semua
berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di ibukota ini.
Hari itu, saya dan
kak Himawan menonton live Mata Najwa on Stage, di Parkir Timur Senayan dengan
tema, “Semua Karena Ahok”. Sebelumnya saya sudah mendapat tiket lewat situs
Mata Najwa, tetapi akhirnya tiket secara langsung saya dapat dari kak Rere yang
bekerja di communication agency.
Berangkatlah kami sabtu itu, di hari menyambut datangnya puasa.
Dibuka dengan Gubernur
Basuki T. Purnama aka Ahok yang berbalas pantun dengan Ibnu Jamil, serta pasukan
oranye dan pasukan merah khas Betawi dari pencak silat Si Pitung menambah
semaraknya acara Mata Najwa On Stage malam itu.
Isu yang pertama
dibahas adalah mengenai penggusuran. Dikatakan bahwa cara penggusuran Ahok
dianggap menggunakan cara yang tidak “santun”. Tahun 2016, 20.188 unit rusun telah
dibangun. Rencana tahun depan akan bertambah menjadi 52.000. Kemudian, apakah
potensi kontroversi dan konflik akan semakin besar? Masyarakat Jakarta yang
bisa menilai sendiri. Keluhan warga seputar pindahnya ke rusun membuat mereka
susah menempuh tempat kerja, mengurus perpindahan sekolah anak, dsb. Tapi Pak
Gubernur terus menjawab dengan lihainya karena semua fasilitas telah dibangun
bagi para penduduk rusun. Dengan karakternya yang “keras”, masyarakat
menganggap keluhan-keluhan masyarakat yang mengadu malah ditanggapi dengan
marah-marah. Tapi, itulah Pak Ahok. Katanya keputusannya tidak mungkin
menyenangkan semua pihak.
Kemudian, isu yang
diributkan kedua adalah soal reklamasi teluk Jakarta. Lucunya, isu ini mencuat
menjelang Pilkada DKI Jakarta. Berbicara reklamasi, berbicara masalah
lingkungan, kewenangan, penataan ruang, nelayan yang kehilangan pekerjaan, dan isu
sensitif lainnya termasuk korupsi setelah salah satu anggota DPRD DKI
tertangkap tangan menerima uang dari salah satu developer yang mendapat izin
pelaksanaan reklamasi.
Pada tanggal 31 Mei 2016, dengan disaksikan ratusan nelayan
dan para perjuang lingkungan hidup, hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan dan
membatalkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang Izin Pelaksanaan
Reklamasi salah satu pulau yakni Pulau G yang ditandatangani oleh Gubernur DKI
Jakarta tertanggal 23 Desember 2014 kepada PT Muara Wisesa Samudra. Dalam
putusannya Hakim mengabulkan seluruh gugatan dan membatalkan SK Izin
Pelaksanaan Reklamasi Pulau G.
Pak Basuki
mengatakan pelanggaran lingkungan ini dapat dibicarakan secara teknis. Ahok
disebut pro pengusaha, tetapi beliau membalas “saya juga pro rakyat”. Ahok juga
mengatakan semua hasil reklamasi itu sertifikatnya milik pemda Jakarta, yang
bisa jual hanya 5% punya pemda Jakarta.
Selain itu, ada kewajiban kepada pengembang 15% dari NJOP setiap
penjualannya untuk membuat rusun di pulau reklamasi. “Saya yakin KPK
professional. Silahkan mentelisik reklamasi Teluk Jakarta. Saya mendorong
pejabat publik untuk bisa membuktikan asal usul hartanya. Kalau tidak bisa,
jangan jadi pejabat.”. Jadi membahas reklamasi teluk Jakarta ini kompleksnya
bukan main. Ada beragam problema, regulasi, kewenangan, diskresi, dan lain hal
yang tidak bisa ditulis satu per satu. Dibahas semua pun mungkin tidak selesai
seharian. :p Tapi, dalam hal ini saya masih berpikir belum ada kesadaran
perbaikan lingkungan dari pemda DKI pasca putusan PTUN terhadap pulau G ini.
DKI akan mengajukan banding akan putusan tersebut. Ya, kita lihat saja, karena proses
hukum masih terus berjalan. Publik yang akan menilai.
Navicula, grup
musik asal Bali yang datang malam itu menghibur dengan lagu sarat sindiran
terhadap pemerintahan. Dengan menyanyikan “Mafia Hukum” dilanjutkan dengan
dialog dengan sang gubernur. Navicula menyanjung Ahok yang berani, tetapi juga
mengatakan “modifikasi alam besar-besaran memiliki risiko dampak lingkungan
buruk”. Cant agree more. Bukannya anti
pembangunan tetapi pembangunan harus melestarikan lingkungan dan budaya. Begitu
kata Navicula.
Belum lagi
pembahasan hasil audit BPK terhadap Sumber Waras; pilkada mendatang yang
agaknya Ahok tak sedikitpun cemas tentang calon perseorangan yang akan dia
tempuh sebagai langkah menjadi seorang gubernur; pasukan oranye DKI yang luar bisa
membuat Jakarta menjadi lebih bersih dan nyaman; video “Semua Karena Ahok” karya
Eka Gustiwana yang menghibur; Vincent Desta yang menceritakan fakta-fakta unik
dari pak gubernur dan serangkaian pembawaan MC “brain and beauty” khas Najwa
Shihab yang membuat kita terus berpikir sekaligus terhibur saat menontonnya.
Banjir? Macet? Penggusuran? Reklamasi? Ya, semua karena
Ahok. Seorang ahli yang datang bersama Pak Emil Salim ke KKP dan mengatakan pada kami semua, karena proyek bukan tujuan
utama, hanya tempat pembelajaran secara simbiosis mutualis dengan menempatkan
manusia sederajat tanpa boleh mencabut rakyat dari akarnya.
Karena pada
dasarnya, kesejahteraan rakyat yang merupakan hal hakiki dari pembangunan itu
sendiri.
“Ahok seperti dua sisi mata uang, dicintai sekaligus
dibenci banyak orang. Dengan anggaran yang kadang tertahan parlemen Jakarta,
Ahok masih dapat berbuat untuk Ibu Kota. Dari perkara banjir dan sungai, soal
transparansi dan reformasi birokrasi, ia akan diingat sebagai gubernur penuh
aksi. Namun, banyak juga kebijakan yang kian dipersoalkan dari sumber waras
hingga reklamasi jadi perdebatan tak kunjung henti. Ahok jelas tak bisa
menghindar dari kritikan, baik buruk kebijakan jadi tanggungjawab pimpinan.
Penting untuk tidak meremehkan aspirasi warga agar tak gampang
ditunding membela pengusaha. Mendengar dan menyapa rakyat dengan penuh
kehangatan, melulu marah hanya menegaskan angkernya kekuasaan. Peranan warga
amatlah diperlukan, menilai kinerja dengan akal sehat dan kearifan. Memuja-muja
atau membenci setengah mati sama-sama berbahaya, kita niscaya terbenam dalam
fanatisme buta. Sebab kota dengan timbunan persoalan seperti Jakarta, mustahil
dibereskan oleh Ahok semata. Kritikan dan dukungan mesti dipandang sebagai
berkah agar Jakarta dapat terus berbenah bukan kian terpecah belah.”
MAN
Komentar
Posting Komentar