Kelas klinik hukum di LBH Jakarta di semester ini menyenangkan sekali. Baru 2 minggu kami menjalani kelas praktik disana dan banyak sekali hal-hal yang sangat menyenangkan dan membuat semakin bersemangat. So excited:) Semoga ke depannya semakin 'lebih' lagi:) Sebut saja, Rabu, 9 Oktober 2013 kemarin setelah pagi hari saya ikut menemani Bang Arif, Bang Joge, dan Bang Ichsan menerima pengaduan dari karyawan Rumah Sakit di Jakarta, sebut saja X, yang mengalami merger atau akuisisi (saya belum terlalu tahu tentang kasus ini) dan 5 orang perawat sana ingin meminta PHK. Rumah Sakit tersebut sudah membuat suasana bagi para pekerjanya tidak nyaman sehingga 'seolah-olah' mengarahkan agar mereka mengundurkan diri, tapi tentu mereka tidak mau (karena akibat hukum jika mereka mengundurkan diri dan PHK berbeda berdasarkan UU Ketenagakerjaan) sehingga mereka memilih meminta di PHK (Hak-hak mereka akan lebih baik jika mereka di PHK -->Pasal 163 ayat 1 UU no 13 tahun 2003. Saya belum mengerti banyak tentang buruh. I promise, I'll learn it completely:)
Siang harinya, saya ikut Bang Joge dan Bang Ichsan sidang di pengadilan, jadwal hari itu ialah putusan sela (kasusnya tentang pembunuhan), first experience in my life! Sebut saja terdakwa nya 2 orang A dan B, masing-masing berumur 19 dan sekitar 23. LBH mendampingi 2 orang remaja ini, mungkin untuk lebih jelas tentang dakwaan dan segala macamnya tidak bisa saya publish;;) Yang pasti LBH akan mendampingi mereka sampai akhir. Rabu esok jadwal pembuktian di PN Jaksel. Saya juga sempat mewawancarai A dan B ini minggu lalu di tahanan sebelum masuk ruang sidang, bersama Bang Eka dan Reita. Fiat justitia ruat caelum :D
Sore harinya, dari litbang LBH Jakarta mengadakan diskusi tentang law system in Myanmar and Thailand karena di LBH sedang ada 2 lawyer dari Myanmar dan Thai, sehingga sore itu saya ikut dalam diskusi itu. Mengutip dari web LBH Jakarta berikut hasil diskusinya:
http://www.bantuanhukum.or.id/web/blog/2013/10/10/peradilan-di-negara-thailand/
JAKARTA, LBH JAKARTA — Pada tanggal 9 Oktober 2013, Bidang Penelitan dan Pengembangan LBH Jakarta mengadakan diskusi mengenai Peradilan di Negara Thailand. Pemateri dalam diskusi ini adalah Rooseda yang merupakan paralegal di Muslim Attorney Center, sebuah organisasi bantuan hukum yang berada di Thailand.
Roseeda menyampaikan bahwa di Thailand terdapat 4 jenis peradilan, yaitu: 1. Mahkamah Konstitusi; 2. Court of Justice; 3. Peradilan Tata Usaha Negara; dan 4. Peradilan Militer.
Lebih lanjut Rooseda memaparkan bahwa Mahkamah Konstitusi di Thailand bertugas menguji Undang-Undang terhadap konstitusi dan juga menguji sengketa pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi memiliki 9 hakim, dan berada di Bangkok. Sebelum melanjutkan presentasinya Rooseda menjelaskan bahwa sistem hukum di Thailand adalah campuran Civil Law dan juga Common Law. Thailand menganut sistem yurisprudensi atau preseden, hakim harus mengikuti putusan hakim sebelumnya.
Setelah menjelaskan mengenai Mahkamah Konstitusi, Rooseda memaparkan bahwa Court of Justice terbagi kepada 3 tingkat, yaitu: 1. Pengadilan Sipil; 2. Pengadilan Banding; 3. Mahkamah Agung. Pengadilan Sipil terdiri dari:
1) Pengadilan Perdata. Pengadilan ini khusus untuk di wilayah Bangkok dan tidak memiliki batasan jumlah gugatan. Dibentuk karena di wilayah Bangkok terdapat banyak kasus. Pengadilan perdata di Bangkok terdiri dari Pengadilan Perdata Bangkok Selatan dan Pengadilan Perdata Thonburi (daerah di Bangkok).
2) Pengadilan Pidana. Berwenang memutuskan kasus pidana di wilayah Bangkok, terdiri dari Pengadilan Pidana Bangkok Selatan dan Pengadilan Pidana Thonburi.
3) Pengadilan Provinsi. Memutuskan kasus perdata dan pidana. Untuk kasus perdata, jumlah gugatan melebihi 300.000 Baht dan untuk kasus pidana ancaman pidana lebih dari 6 tahun. Hakim terdiri dari 3 orang. Tidak ada pengadilan Provinsi di Bangkok
4) Pengadilan Negeri. Terdiri dari 77 Pengadilan Negeri. Mengadili kasus perdata yang gugatannya tidak lebih dari 300.000 bath, dan kasus pidana yang ancamannya tidak lebih dari 6 tahun. Hakim di pengadilan negeri hanya satu orang.
5) Pengadilan Pakar Khusus. Berwenang memutus kasus perpajakan, pailit, hak kekayaan intelektual, perdagangan internasional, pengadilan perburuhan, pengadilan pemuda dan keluarga. Di pengadilan ini hakim terdiri dari dua hakim dan satu ahli. Ahli dipilih untuk menjadi hakim dan bersama dua hakim lainnya mengambil keputusan.
Di Thailand terdapat 10 Pengadilan Banding yang berwenang menguji putusan Pengadilan Sipil, satu di Bangkok dan 9 Pengadilan Banding Wilayah. Jangka waktu putusan banding adalah satu tahun. Di atas Pengadilan Banding, terdapat Mahkamah Agung yang berwenang menguji putusan Pengadilan Banding atau Putusan Pengadilan Khusus (Kasus Perburuhan, Pajak, Kekayaan Intelektual dan Perdagangan Internasional, dan Kasus Kepailitan). Lamanya putusan Mahkamah Agung 2 sampai 3 tahun. Khusus untuk kasus Pidana, setelah 30 hari putusan Mahkamah Agung, Terpidana bisa minta ampunan ke Raja.
Sama seperti di Indonesia, Rooseda menjelaskan bahwa Thailand juga memiliki Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Wewenangnya adalah untuk memutuskan kasus administrasi sengketa antara badan Negara, perusahaan Negara, badan pemerintah daerah atau pejabat pemerintah dengan pribadi. Selain itu juga memutuskan sengketa antara badan Negara atau pejabat pemerintah. Pengadilan TUN memiliki dua tingkat, pertama adalah PTUN tingkat pertama yang berjumlah 13 di Thailand, kedua adalah PTUN tingkat tinggi sebagai pengadilan di tingkat Banding yang terdapat di Bangkok.
Jenis pengadilan yang terakhir adalah Pengadilan Militer. Rooseda menerangkan Pengadilan Militer berwenang mengadili pidana militer, pengadilan dilangsungkan tergantung pangkat dari anggota militer yang diadili.
Diskusi ini ditutup dengan paparan Rooseda yang menggambarkan suasana ruang sidang di Pengadilan. Menurutnya di Pengadilan Thailand hakim seperti agen raja, kursi hakim lebih tinggi daripada kursi pengacara. Berbeda dengan di Indonesia kursi hakim setara dengan kursi pengacara. Selain itu di pengadilan Thailand selalu terdapat dua orang polisi, sedangkan di pengadilan Indonesia tidak. Pengacara di Thailand selalu memakai toga kecuali di kasus anak, sedangkan di Indonesia pengacara memakai toga di kasus pidana dan sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Semoga bermanfaat (AF).
Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever.-Mahatma Gandhi
Komentar
Posting Komentar