Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

SPEAK Forum “Anak Muda dan Orde Baru” 1 November 2014

“Masih dalam suasana peringatan Sumpah Pemuda, komunitas SPEAK (Suara Pemuda Anti Korupsi) mengadakan forum diskusi dengan tema “Anak Muda dan Orde Baru”. Mungkin dalam bayangan kita,  zaman orde baru  terlihat mengerikan. Hak berpendapat diabaikan, pemuda terbelenggu dalam kekangan penguasa. Memberontak sedikit, habis. Namun diskusi ini membuka wawasan kita lebih dalam dan lebih luas lagi Hadir narasumber hebat sore itu, Mas Hermawan Sulistyo, atau biasa yang kita kenal dengan Mas Kiki, Professor Riset LIPI, Mantan Ketua TGPF Kerusuhan Mei 1998; Mas Dandhy Dwi Laksono, Video Journalist, WatchDoc; Mas Iwan Meulia Pirous, Antropolog UI, Ketua Bidang Advokasi Asosiasi Antropologi Indonesia. Ketiganya hadir dalam perspektif yang berbeda, menyampaikan pengalaman dan pandangan mereka tentang masa orde baru, karena ketiganya hidup dan merupakan ‘produk’ orde baru. Ada pengalaman Mas Kiki pada masa kuliah. Skripsinya dianggap judulnya ke arah “kiri”.  Untuk lulus saja cukup sulit. Ak

Hak atas Keadilan-Konflik Papua Barat

Berawal dari sebuah perusahaan pertambangan emas yang masuk dan mengganggu kehidupan suku-suku di Papua yang hidup tenteram. Masuknya perusahaan itu seharusnya membuat sejahtera, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Keadaan tersebut membuat ricuh kehidupan masyarakat disana. Jika berbicara tentang HAM (Hak Asasi Manusia) tentu banyak hal dari peristiwa yang menimpa Papua bisa dikaitkan. Salah satunya ialah tidak tersedianya fasilitas yang mencukupi, yang dijanjikan sebelum perusahaan tambang PT Freeport Indonesia ini berdiri. Mereka menjanjikan akan mendirikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan segala hal yang menunjang keberlangsungan hidup mereka. Namun, apa daya, dari penambangan emas yang bisa menghasilkan uang banyak dalam waktu singkat ini, hanya 1% yang disisihkan untuk masyarakat setempat. Dana itu pun tak seluruhnya mengalir ke rakyat karena masuk ke ‘kantong’ yang lain. Hal ini tentu sungguh memperihatinkan. Sekolah-sekolah di pedalaman tidak memiliki guru, tingkat

Agama, Demokrasi, dan Kebangsaan, Nurcholis Madjid Memorial Lecture VIII, 31 Oktober 2014

Jumat, tanggal 31 Oktober 2014 sepulang kantor saya menghadiri Nurcholis Madjid Memorial Lecture VIII, bertempat di Universitas Paramadina, mengangkat tema Agama, Demokrasi, dan Kebangsaan. Hadir juga malam itu Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, atau kami biasa memanggilnya dengan Romo Magnis, Direktur STF Driyarkara. Moderator hari itu adalah Pak Budhy Munawar Rachman, pengajar Islamic Studies di STF Driyarkara. Romo Magnis, memberikan tanggapan tentang Pemikiran Cak Nur malam itu. Nurcholis Madjid ini bukan untuk memuja Cak Nur. Design nya sebenarnya bukan untuk Cak Nur. Inginnya yang lebih dibahas adalah tentang Indonesia. Membicarakan agama, demokrasi, dan kebangsaan tidak mungkin tidak menyentuh pemikiran Cak Nur. Cak Nur lekat dengan kemanusiaan dan Indonesia. Pemikiran Cak Nur bisa diapresiasi secara penuh tapi bisa juga dikritisi. Suasana malam itu hangat, sekali-kali bergelegar tawa karena Romo Magnis menceritakan pengalamannya saat bersama Cak Nur. “Islam adalah agama k