21 Juni 2014
Kepala Deputi Hukum
UKP4, Pak Achmad Santosa, menjalani sidang disertasi untuk mencapai Doktor
dalam Bidang Ilmu Hukum. Senang rasanya bisa terlibat membantu Pak Ota, walaupun saya belum terlalu lama bekerja dengan beliau, tugas-tugas yang dikerjakan mungkin belum seberat tugas yang dikerjakan kakak-kakak lainnya di kantor, tapi bahagia bisa ambil bagian dalam membantu beliau. :)
Kembali ke kampus lagi hari itu, rasanya bahagia, bertemu dengan Prof. Sulis, Pak Topo, dan dosen-dosen hebat lainnya.
Pidato Prof. Sulis hari itu, sungguh luar biasa (dikutip dari status facebook Prof. Sulistyowati Irianto)
Karena banyak kawan-kawan yang meminta, maka saya launch pidato
saya untuk Dr Mas Achmad Santosa dalam pengangkatan Doktornya.
"Sepatah Kata" untuk Dr. Mas Achmad Santosa
(21 Juni 2014)
Pertama-tama, atas nama Co.promotor Prof Dr Takdir Rachmadi, dan
Dr. Prabowo, saya sampaikan selamat kepada Sdr Dr Mas Achmad Santosa, yang hari
ini berhasil menuntaskan studi S3nya, dan secara hukum resmi diangkat sebagai
Doktor Ilmu Hukum. Rasa terimakasih dan penghargaan, saya sampaikan kepada
segenap tim penguji.
Ucapan selamat berbahagia saya sampaikan kepada keluarga mas
Otta, demikian saya biasa memanggilnya, khususnya Ibu Lelyana Santosa dan
Gilang Mohamad Santosa, yang telah menemani perjalanan Mas Otta dalam menempuh
studi dan menyelesaikan disertasinya; dan selamat kepada keluarga besar besar
Mas Otta.
Ucapan selamat juga saya sampaikan kepada segenap Bapak dan Ibu
yang hadir di sini: Mentri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan, Ketua KPK,
Wakil Menteri Kemenkunham, wakil Kejaksaan Agung, wakil UKP4, Bang Buyung dan
bangTodung, Bapak, Ibu, sahabat yang mohon maaf tidak bisa saya sebutkan
namanya satu per satu.
Menulis disertasi adalah sebuah perjalanan intelektual dan
spiritual, yang menguras banyak enerji dan juga emosi. Perjalanan ini
barangkali cukup pedih, karena harus mengalahkan berbagai kesenangan diri
sendiri dan menuntut pengorbanan orang-orang di sekitar. Apalagi bagi seorang
Mas Otta, yang harus membagi waktu dan perhatiannya untuk tugas negara di UKP4.
Syukurlah bahwa akhirnya perjalanan itu dapat dilewati saat ini dan memberikan
banyak sekali pembelajaran dan bekal untuk perjalanan selanjutnya.
Dr Mas Achmad Santosa memilih tema penelitian tentang
”efektivitas penegakan hukum administrasi dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup”. Mengapa hukum administrasi, karena hukum administrasi
bersifat mencegah dan berpotensi memperbaiki, mengendalikan sebelum suatu
pelanggaran terjadi. Juga penegakan hukum administrasi dianggap oleh komunitas
lingkungan lebih murah dan efisien daripada penegakan dengan hukum pidana.
Mas Otta memutuskan untuk melakukan penelitian tidak hanya
melakukan desk review terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang
menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Memang sangat penting untuk
melakukan kajian normative terhadap berbagai perangkat hukum ini, untuk
mengetahui bagaimanakah pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
diposisikan dalam hukum nasional kita. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
hampir tidak ada masalah dengan hukumnya. Masalahnya terletak pada bagaimana
pelaksanaannya.
Oleh karena itu ia tidak puas hanya dengan menggunakan pendekatan
normative saja, Mas Otta juga melakukan penelitian lapangan dengan mengambil
lokasi di kota dan kabupaten Semarang Jawa Tengah, meliputi dua pabrik jamu
besar, beberapa perusahaan kecil. Ia juga mewawancarai banyak pemangku
kepentingan dalam bidang lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah lokasi
penelitian.
Dari penelitian lapangan ini justru dapat dikemukakan
bagaimanakah hukum administrasi terkait perlindungan dan pelestarian lingkungan
bekerja, beroperasi dalam kenyataan sehari-hari. Hukum memang tidak bisa
dipelajari secara terisolasi dari masyarakat dan budaya di mana hukum itu
berada. Tanpa mempelajari hukum dan meletakkannya dalam konteks kemasyarakatan,
maka kita memang kehilangan separuh dari penjelasan. Atau kita tidak dapat
memberikan penjelasan yang mendasar tentang permasalahan hukum yang dikaji.
Bahkan dalam praktik penegakannya keadilan hukum, keadilan prosedural, sering
tidak identik dengan keadilan sosial atau keadilan substantif.
Memang ternyata bahwa penegakan hukum administrasi lingkungan
dan good governance harus terus menerus dikawal terutama oleh Pemerintah
Daerah. Kesadaran hukum dan ketaatan pada hukum, belum menjadi budaya dalam
korporasi dan masyarakat kita, yang masih saja berada dalam transisi menuju
masyarakat demokrasi. Saya yakin, banyak orang sudah membaca soal climate
change, dan apabila itu terjadi, maka Indonesia akan kehilangan 2000 pulau dan
ikan-ikan di laut. Namun hal itu tidak cukup membuat takut.
Penelitian yang dilakukan oleh Mas Otta ini menjadi sangat penting,
terlebih karena sebentar lagi, kita akan masuk ke dalam ASEAN Economic
Community 2015. Bagaimanakah kita mempersiapkan masyarakat, pemerintah,
korporasi di negeri ini agar siap, dalam segala bidang termasuk bidang hukum,
ekonomi, sosial dan budaya, yang berperspektif lingkungan. Tujuannya adalah
agar kita tidak hanya dijadikan pasar dan hanya menjadi penonton bagi kemajuan
negara-negara lain di kawasan ASEAN dan ASIA. Penting agar masyarakat kita
”melek hukum” dan memiliki budaya hukum yang baik, agar tidak kalah bersaing.
Semoga apa yang sudah dihasilkan melalui disertasi Dr. Mas
Achmad Santosa ini akan menjadi bahan pembelajaran berharga bukan hanya bagi
yang bersangkutan, tetapi kepada kita semua. Semoga pengangkatan Doctorship ini
lebih membekali mas Otta to serve this country. Sekali lagi saya sampaikan
selamat kepada Mas Otta dan kita semua, yang berbahagia.
Gelar Doktor ini tentu dicapai Pak Ota lewat proses yang mungkin tidak mudah, terutama sambil mengemban tugas negara yang dijalankan Pak Ota. Sesampainya di rumah, saya langsung melihat berita dan peristiwa hari ini sudah dimuat di beberapa media salah satunya detik.com Berikut salah satu beritanya.
Jakarta - Penegakan hukum administrasi di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup belum didayagunakan secara maksimal. Bahkan
dibiarkan sebagai perangkat penegakan hukum yang tumpul. Hal inilah yang
mengancam perusakan lingkungan hidup tanpa ada hukum yang tegas.
"Pengawasan penaatan (compliance monitoring) yang dilakukan secara rutin maupun insidentil oleh pemerintah daerah dan penjatuhan sanksi administratif yang tegas merupakan "tulang punggung" penegakan hukum administrasi," kata Deputi Kepala UKP4 Mas Achmad Santosa dalam disertasi doktor di bidang hukum lingkungan di Kampus UI Depok, Jabar, akhir pekan lalu.
Menurut pria yang akrab disapa Ota ini, persoalannya saat kini kapasitas melakukan pengawasan penaatan secara rutin dan konsistensi dalam menjatuhkan sanksi tidak dimiliki oleh pemerintah daerah. "Pemda adalah ujung tombak dari pelaksanaan penegakan hukum administrasi," jelas Ota dalam kesimpulan doktornya.
Sidang terbuka Senat Akademik Universitas Indonesia ini dipimpin oleh Dekan FHUI, Prof Dr. Topo. Turut hadir Menteri Lingkungan Hidup, Prof Dr. Balthasar Kambuaya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Ketua dan wakil Ketua KPK Dr. Abraham Samad dan wakil Ketua kPK, Adnan Pandu Praja, Prof Dr. Adnan Buyung Nasution, Dr Todung Mulya Lubis, Ketua Majelis Wali Amanat UI, Erry Riyana Hardajpamekas, mantan Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh, Ketua Badan REDD+, Heru Prasetyo, Wamenkumham Prof Denny Indrayana, Kabareskrim Komjen Pol. Suhariadi Alius, Mantan Kepala PPATK, Dr. Yunus Husein dan Mantan WakaBiN, Marsekal Muda Purn, Maroef Syamsoeddin.
Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan kapasitas Pemda tersebut, Mas Achmad Santosa mengusulkan, untuk memberdayakan konsep prasyarat 3A+1" (Ability to detect, ability to respond, dan ability to punish). Sedangkan "plus 1" adalah ability (kemampuan) bahwa ketiga "A" tersebut ada dan diketahui masyarakat.
Temuan prasyarat 3 A+1 ini kemudian dijabarkan di dalam disertasi tersebut menjadi 31 kriteria yang merupakan penjabaran dari elemen-elemen kecukupan legislasi, mekanisme dan pelaksanaan koordinasi, dukungan SDM, sarana dan prasarana, pendelegasin tugas dan keweangan; sistem dan mekanisme dumas; kecukupan anggaran; dan keberadaan SOPs.
Penelitian yang terangkum dalam disertasi itu juga menganalisis efektifitas penegakan hukum administrasi dengam menggunakan 4 (empat) krieteria penilaian; berhentinya pelanggaran; akibat yang membahayakan telah dikembalikan seperti keadaan semula; tidak mengulangi perbuatannya; dan perubahan perilaku dari pelaku pelanggaran
"Pengawasan penaatan (compliance monitoring) yang dilakukan secara rutin maupun insidentil oleh pemerintah daerah dan penjatuhan sanksi administratif yang tegas merupakan "tulang punggung" penegakan hukum administrasi," kata Deputi Kepala UKP4 Mas Achmad Santosa dalam disertasi doktor di bidang hukum lingkungan di Kampus UI Depok, Jabar, akhir pekan lalu.
Menurut pria yang akrab disapa Ota ini, persoalannya saat kini kapasitas melakukan pengawasan penaatan secara rutin dan konsistensi dalam menjatuhkan sanksi tidak dimiliki oleh pemerintah daerah. "Pemda adalah ujung tombak dari pelaksanaan penegakan hukum administrasi," jelas Ota dalam kesimpulan doktornya.
Sidang terbuka Senat Akademik Universitas Indonesia ini dipimpin oleh Dekan FHUI, Prof Dr. Topo. Turut hadir Menteri Lingkungan Hidup, Prof Dr. Balthasar Kambuaya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Ketua dan wakil Ketua KPK Dr. Abraham Samad dan wakil Ketua kPK, Adnan Pandu Praja, Prof Dr. Adnan Buyung Nasution, Dr Todung Mulya Lubis, Ketua Majelis Wali Amanat UI, Erry Riyana Hardajpamekas, mantan Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh, Ketua Badan REDD+, Heru Prasetyo, Wamenkumham Prof Denny Indrayana, Kabareskrim Komjen Pol. Suhariadi Alius, Mantan Kepala PPATK, Dr. Yunus Husein dan Mantan WakaBiN, Marsekal Muda Purn, Maroef Syamsoeddin.
Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan kapasitas Pemda tersebut, Mas Achmad Santosa mengusulkan, untuk memberdayakan konsep prasyarat 3A+1" (Ability to detect, ability to respond, dan ability to punish). Sedangkan "plus 1" adalah ability (kemampuan) bahwa ketiga "A" tersebut ada dan diketahui masyarakat.
Temuan prasyarat 3 A+1 ini kemudian dijabarkan di dalam disertasi tersebut menjadi 31 kriteria yang merupakan penjabaran dari elemen-elemen kecukupan legislasi, mekanisme dan pelaksanaan koordinasi, dukungan SDM, sarana dan prasarana, pendelegasin tugas dan keweangan; sistem dan mekanisme dumas; kecukupan anggaran; dan keberadaan SOPs.
Penelitian yang terangkum dalam disertasi itu juga menganalisis efektifitas penegakan hukum administrasi dengam menggunakan 4 (empat) krieteria penilaian; berhentinya pelanggaran; akibat yang membahayakan telah dikembalikan seperti keadaan semula; tidak mengulangi perbuatannya; dan perubahan perilaku dari pelaku pelanggaran
Cukup sulit untuk mencerna materi disertasi Pak Ota, terutama saya juga belum lama 'terjun' dalam permasalahan hukum lingkungan ini. Saya banyak belajar dari hari itu, saat mengikuti sidang terbuka ini. Membuka kacamata pikiran lebih luas lagi dan membaca lebih banyak lagi. Terima kasih Pak Ota untuk pelajaran berharganya.
Komentar
Posting Komentar