Seminar Gerakan Anti Korupsi (GAK) Alumni Lintas Perguruan Tinggi
“Koruptor akan merajalela bila orang-orang baik membiarkannya”
GAK tercetus sebagai gabungan
mahasiswa lintas kampus, saat itu negeri ini dikejutkan oleh kriminalisasi
komisioner institusi pemberantas korupsi, KPK. Di saat korupsi semakin kronis,
efeknya makin merajalela dan menggerogoti seluruh lapisan, baik sektor publik,
privat, di sektor pendidikan, kesehatan, sumber daya alam, dan segala aspek
tanpa melihat status atau posisi orang tersebut.
GAK bersatu, mendeklarasikan
gerakan intelektual dan moral, yang diharapkan terus menyuarakan visinya
mewujudkan cita-cita Indonesia tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme, maupun
segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan sehingga tercipta masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera. Semangat ini tidak hanya ebrhenti saat ada satu kasus
saja, melainkan terus menyuarakannya. Para aktivis, ratusan mahasiswa, guru
besar, dan alumni beberapa perguruan tinggi termasuk UI, ITB, IPB, UGM, ITS,
UNPAD, USAKTI, IKJ, UPN Veteran, Unhas, UNDIP dan sejumlah perguruan tinggi
lain merumuskan aksi konkrit, tidak hanya pada penanggulangan tetapi bagaimana menyejahterakan
masyarakat, salah satunya menciptakan dunia tanpa korupsi.
Alumni perguruan tinggi yang telah
bekerja keras sejak awal dukungan kepada pimpinan KPK, dilanjutkan dengan
aksi-aksi lain, seperti membangun institusi Polri yang bersih, audiensi dengan
Pimpinan Polri dan jajarannya di Mabes Polri, dan lain-lain kegiatan di
institusi. Sebagai gerakan berbasis moral-intelektual, GAK bersama masyarakat
mendukung untuk mengawal Polri,
Kejaksaan, dan KPK sebagai Trisula penanggulangan korupsi.
Setelah pembukaan dari Ketua GAK,
salah satu pansel KPK, Ibu Betty Alisjahbana juga membuka acara itu.
Dilanjutkan dengan diskusi oleh para pembicara, moderator Pak Imam Prasodjo,
pembicara I Mas Rimawan P (Deputi Riset, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan
Bisnis FEB UGM), Mas Zainal Arifin Mochtar (Direktur Pukat UGM), Mas Ade Irawan
(Deputi Koordinator ICW), Pak Anwar Nasution (Ketua BPK 2004-2009).
Mas Rimawan sendiri dalam
pembahasan lebih banyak menjelaskan dampak korupsi yang begitu masiv,
aturan-aturan korupsi dalam UNCAC. Siapa pun bisa melakukan termasuk aparat
penegak hukum, uang korupsi modusnya saat ini dilarikan à dikenakan pencucian uang. Korupsi beragam jenisnya, yang dibahas Mas
Rimawan salah satunya yaitu tentang korupsi struktural. Korupsi struktural
yaitu korupsi yang terjadi akibat sistem di suatu negara memiliki dorongan
untuk korupsi, perumus tidak berorientasi pd kemakmuran, melainkan orientasi sendiri,
sehingga social welfare yang ingin
dicapai tidak dapat diusahakan dengan baik. Definisi korupsi penting, karena
salah-salah unsur dapat dikriminalisasi. Dalam perekonomian, pasar dan non
pasar berpengaruh, disini peran negara besar, harusnya peran pemerintah
mengikuti. Misalnya membuat aturan dalam hal ini UU. Jangan sampai peran pemerintah
minim, padahal negara sudah mengusahakan sedemikian besar.
Pak Anwar, melanjutkan diskusi panel tersebut. Beliau
menjelaskan tentang korupsi dan pembangunan kelembagaan. Sudah bertahun-tahun
kita reformasi, sudahkah sesuai harapan? Politik militer yang otoriter Orde
Baru digantikan dengan demokrasi. Reformasi diharapkan juga dapat mengikis KKN.
Penjelasan beliau tentang reformasi politik membuka wawasan kita lebih dalam lagi. Semoga kami yang masih
menjalani era ini gigih untuk memberantas korupsi agar tidak mundur. Negara ini
harus terus maju, bersih dari korupsi. Tugas Pemerintah Pusat, Daerah,
masyarakat juga hal utama. Seluruh pihak bersinergi.
Mas Zainil Arifin Mochtar, pembicara ketiga mengatakan
banyak yang dibangun dalam kerangka yang kurang pas. Zaman orba dahulu,
legislasi di tangan Presiden, beliau juga yang mengontrol. Dalam UUD tertulis
bahwa UU dibahas bersama Presiden. Praktik: Presiden ajukan UU, dibahas DPR. Legislator
tidak jalan kalau Presiden tidak membahasnya, Presiden jadi sangat kuat.
Era reformasi ini, malah Presiden tidak ikut membahas.
Seharusnya dalam sistem pemerintahan yang presidensil, Presiden membahas
bersama dengan DPR. Tetapi dalam aturan jika Presiden tidak ttd, 30 hari tetap
berlaku. Pembahasan mas Zainal juga memberi contoh pada yang terjadi pada DPR
dan Presiden di US. DPR dapat memakai veto, parlemen bisa veto dengan ketentuan
Senat setuju 2/3. Yang terjadi dalam prolegnas kita, 50% rancangan UU dari DPR,
50% nya dari Pemerintah. Akhirmya, seperti “kongkalikong” untuk tidak saling
mengganggu. Legislatif harus kembali menjalankan tugas sesuai amanat rakyat,
bukan mencari keuntungan pribadi. Masalah satu basis data yang jelas, penyerapan
anggaran, kontrol kelembagaan terutama legislatif juga dibahas oleh pembicara.
Ade Irawan dari ICW, menjelaskan pendanaan di partai
politik yang rawan menimbulkan korupsi berdasarkan penilaian ICW. Struktue
kepartaian kita yang begitu lemah. Korporasi yang punya “saham” terbesar yang
memiliki suara, demokrasi tidak berjalan. Mereka yang berkontribusi besar yang
bisa membayar. Bahkan beliau sempat menyinggung, pendanaan parpol saking “semrawutnya”
kalah dengan laporan keuangan masjid. :P Masalah besar dalam keuangan partai:
1) Pendanaan: pemasukan lebih kecil dari pengeluaran, yang menyumbang terbesar
yang pnya kekuasaan legislasi. Harusnya sumbangan pihak ketiga, iuran anggota,
tidak mengikat. Semua punya hak yang sama. Parpol harus memiliki landasan yang
jelas, bukan karena uang 2) Pencatatan: parpol tidak mencatat laporan keuangan,
karena seringkali menyembunyikan sumber dana dari sumber-sumber yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan. 3) Partai seringkali membuat acara/program dahulu
baru dianggarkan, tidak ada rancangan anggaran yang jelas 4) Transparansi
Diskusi yang di-lead
oleh Pak Imam sangat menarik. Pembahasan mengenai reformasi birokrasi, mental
pejabat di Indonesia yang memang seringkai bukan melayani rakyat dahulu, tapi
kepentingannya sendiri. Tugas dan fungsi masing-masing lembaga, baik
legislatif, ekeskutif, yudikatif, harus selalu dilakukan, tidak hanya
intelektual semata, namun moral dan integritas yang utama.
Menandai GAK lahir sebagai organisasi, deklarasi
Gerakan Anti Korupsi disampaikan hari itu, 29 September 2015:
Korupsi menghambat pencapaian tujuan nasional, oleh karenanya seluruh
elemen bangsa wajib melawan segala bentuk korupsi.
Pencegahan dan penindakan korupsi tidak dapat dipisahkan dari tindak
pencucian uang hasil korupsi.
Kejujuran, integritas, dan transparansi dalam kehidupan sehari-hari harus
dimulai dari keluarga dan harus dijunjung tinggi.
Prasyarat efektivitas penanggulangan korupsi adalah kuatnya Trisula
penegakan hukum yaitu Polri, Kejaksaan, dan KPK yang bersih dari korupsi,
kolusi, dna nepotisme serta harus didukung tuntasnya proses peradilan yang
jujur, adil, tanpa tebang pilih, oleh lembaga Peradilan dan pelaksanaan hukuman
yang dapat memberikan efek jera.
bersama Pak Rudy Johanes, Koordinator GAK
Komentar
Posting Komentar