Jumat, tanggal 31 Oktober 2014 sepulang
kantor saya menghadiri Nurcholis Madjid Memorial Lecture VIII, bertempat di
Universitas Paramadina, mengangkat tema Agama, Demokrasi, dan Kebangsaan. Hadir
juga malam itu Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, atau kami biasa memanggilnya
dengan Romo Magnis, Direktur STF Driyarkara. Moderator hari itu adalah Pak
Budhy Munawar Rachman, pengajar Islamic
Studies di STF Driyarkara.
Romo Magnis, memberikan tanggapan
tentang Pemikiran Cak Nur malam itu. Nurcholis Madjid ini bukan untuk memuja
Cak Nur. Designnya sebenarnya bukan
untuk Cak Nur. Inginnya yang lebih dibahas adalah tentang Indonesia.
Membicarakan agama, demokrasi, dan kebangsaan tidak mungkin tidak menyentuh
pemikiran Cak Nur. Cak Nur lekat dengan kemanusiaan dan Indonesia. Pemikiran
Cak Nur bisa diapresiasi secara penuh tapi bisa juga dikritisi. Suasana malam
itu hangat, sekali-kali bergelegar tawa karena Romo Magnis menceritakan
pengalamannya saat bersama Cak Nur.
“Islam adalah agama
kemanusiaan terbuka.” Pernyataan Cak Nur saat itu cukup berani, karena percaya
kepada kemanusiaan adalah cara tidak lazim di kalangan kaum agama. Poin
Cak Nur adalah iman manusia utuh jika ada penghormatan terhadap manusia sebagai
ciptaan tertinggi Allah. Bagaimana menghormati Tuhan, kalau warga negara tidak
dihormati.
Agama,
segenap agama, mesti dapat dirasakan sebagai sesuatu yang positif. Karena itu
kita harus menolak keagamaan dengan wajah keras, keagamaan yang mengancam,
membenci dan meremehkan mereka yang berbeda. Lanjut Romo Magnis malam itu.
Agama tidak boleh
mengancam, manusia harus baik terhadap siapa saja. Agama juga harus baik pada
siapapun. Semua nilai dalam Pancasila saling berkaitan dan kita harus
menilainya sebagai satu kesatuan. Tidak mungkin menganggap diri patuh
pada “Ketuhanan yang Maha Esa” kalau tidak berkeadilan pada manusia lain.
Kekacauan sosial yang kita sering
anggap akibat dari perbedaan agama sejatinya bukan dari agama, tapi keadaan sosial,
politik, dan lainnya yang amburadul dan meledak. Kekuatan rohani yang dianut
dalam agama seharusnya bisa menguatkan hubungan, bukannya memecah belah. Karena
ada agama-agama maka ada harapan.
Dalam hal
ini, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan serius, tetapi juga peluang yang
menumbuhkan optimisme. Inilah saatnya kaum agamawan dari berbagai agama untuk
menegaskan kembali komitmennya dalam memperlihatkan bahwa agama adalah rahmat
bagi seluruh alam, tanpa kecuali.
Berita lengkap dan bahan Orasi
Ilmiah Romo Magnis:
Saya banyak belajar hari itu. Topik
yang menarik dan membuat saya semangat untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa
harapan pada Indonesia masih ada. Nilai-nilai HAM yang harus dijunjung tinggi.
Penghormatan dan pengakuan HAM mutlak, apapun agama, suku, bahasa. Kita sebagai
individu sudah menyerahkan hak-hak itu kepada negara (hakikatnya saat itulah
negara lahir) maka Negara yang menjamin dan melindungi hak-hak kita yang sudah
dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar.
Apapun sistem kemasyarakatan yang dianut suatu negara, hak-hak dan
martabat kemanusiaan orang perorangan yang hidup dalam masyarakat itu harus
dihormati dan dijamin. Supaya manusia itu tetap utuh harkat dan martabat
kemanusiaannya. –Adnan Buyung Nasution, dalam bukunya Demokrasi Konstitusional
Komentar
Posting Komentar