“Masih dalam suasana peringatan
Sumpah Pemuda, komunitas SPEAK (Suara Pemuda Anti Korupsi) mengadakan forum
diskusi dengan tema “Anak Muda dan Orde Baru”. Mungkin dalam bayangan
kita, zaman orde baru terlihat mengerikan. Hak berpendapat
diabaikan, pemuda terbelenggu dalam kekangan penguasa. Memberontak sedikit,
habis. Namun diskusi ini membuka wawasan kita lebih dalam dan lebih luas lagi
Hadir narasumber hebat sore itu,
Mas Hermawan Sulistyo, atau biasa yang kita kenal dengan Mas Kiki, Professor
Riset LIPI, Mantan Ketua TGPF Kerusuhan Mei 1998; Mas Dandhy Dwi Laksono, Video
Journalist, WatchDoc; Mas Iwan Meulia Pirous, Antropolog UI, Ketua Bidang
Advokasi Asosiasi Antropologi Indonesia.
Ketiganya hadir dalam perspektif
yang berbeda, menyampaikan pengalaman dan pandangan mereka tentang masa orde
baru, karena ketiganya hidup dan merupakan ‘produk’ orde baru. Ada pengalaman
Mas Kiki pada masa kuliah. Skripsinya dianggap judulnya ke arah “kiri”. Untuk lulus saja cukup sulit. Akhirnya beliau
pindah ke Amerika, menjadi akademisi disana.
Mas Dandhy Laksono, seorang
sutradara, juga memberi warna lain dalam diskusi ini. Pemutaran film New Rulers
of The World, trailer Retrusi, dan trailer tentang Harmoko, mantan Menteri
Penerangan. Kita seringkali terbelenggu dalam pikiran yang mengatakan PKI
jahat, kejadian di Lubang Buaya ada pembunuhan jenderal, semua yang dipelajari
di sejarah mengatakan seolah-olah perbuatan PKI adalah perbuatan jahat.
Informasi jadi gelap, seperti ada rabun informasi. Orde baru mencuci otak bahwa
komunis dan semua terkait PKI adalah jahat. Dan seterusnya.
Banyak nilai yang kita bisa
pelajari dari film tersebut. Mas Iwan mengatakan Orang sering melihat peristiwa
sejarah hanya sepotong saja, tidak melihatnya sebagai satu kesatuan. Misalnya
peristiwa tahun 1965, yang dilihat hanya peristiwa pembantaian, padahala erat
kaitannya juga dengan pembukaan pasar bebas, globalisasi, pembangunan. Kita
melihatnya selama ini hanya secara sektoral.
Kejadian korban petrus yang
dibuang di selatan Yogya, cerita aktivis mahasiswa yang dahulu membawa senjata,
pemikiran Marx, Lenin, pers yang harus memiliki SIUP: harus izin Harmoko selaku
Menteri Penerangan, dan cerita lainnya tentang orde baru (apakah benar slogan “Piye,
penak jamanku toh?” itu benar? Apakah reformasi lebih “korup” dibanding
ordebaru?) Informasi lainnya yang dibagikan oleh narasumber sore itu menambah
wawasan kami.
Kita sebagai anak muda harus
mandai memilah informasi. Dahulu TV ada 5, sekarang sudah mencapai 112. Koran
dahulu hanya 83 sekarang sampai 1200. Informasi yang diberikan juga terkadang
sesuai dengan pemiliknya. Jika kita melihat berita lihatnya “how” and “why”
dari berita tersebut. Tidak menelan mentah-mentah.
Sosial media, sebagai salah satu “bonus”
dalam demokrasi, saluran informasi yang cukup mutakhir. Anak muda terpapar
informasi yang baik, tetapi “barangnya” seirngkali tidak ada. Buku-buku yang
menunjang itu perlu, namun orang jarang ke perpus sekarang. Diskusi pembahasan
buku mungkin kalah menarik dibanding membaca berita online.
2015, 2020 dan tahun–tahun mendatang
akan membawa kita menjadi kaum urban, industri, persaingan, kapitalisme,
hedonisme, dan lainnya semua akan bertumpah ruah datang dalam masa itu. Menjadi
tugas bagi kita untuk mengisi diri kita lebih lagi, belajar secara utuh dan
belajar juga dari sejarah. Karena dari sejarah mengajarkan kita masa lalu,
menjalani hari ini, dan menatap masa depan.
Bersama teman-teman SPEAK dan Mas Dandhy Laksono seusai diskusi.
Sampai jumpa di SPEAK Forum berikutnya!
Komentar
Posting Komentar