Langsung ke konten utama
Every March 8, we comemmorate this history day. Women are equal with men, in any aspect of life. For education, job, and for every access which they should get. I remember when I was in Norway for ISFIT, then one night in Cultural Day, the questions was about Women Day, and Karla, our friend from Peru answered this correctly, at the end we almost became a winner. Viva Ladies!

And how about in Indonesia? We marked this day as a special day for all of us, not only for women but also for all of Indonesian citizens. “Kartini Day”, April 21, National Women Day of Indonesia. This year, I and kak Tanty composed tweets on Sabang Merauke twitter. This is our reflection, representing Sabang Merauke (Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali):

Setiap tanggal 21 April tentu kita ingat sosok pejuang perempuan, harapan akan kebangkitan perempuan Indonesia pd waktu silam. Ya, Kartini.
Tiap tahun kita rayakan hari bersejarah ini, lagu utk mengenang Ibu Kartini kita lantunkan, perempuan Indonesia merayakan dgn caranya msg2.
Perjuangannya tdk habis olh waktu, Ia menggerakkan wanita& bangsa pada umumnya utk mendapat pendidikan, membuka kesempatan berkarya bg semua
Habis Gelap Terbitlah Terang bukan sekedar kumpulan surat. Dari sana Srikandi Indonesia bangkit meraih mimpi utk mjd bagian karya bangsa ini
Hal tersebut selaras dgn nilai SabangMerauke. Semua orang wajib mendapat pendidikan, tanpa terkecuali jenis kelamin, suku, maupun agamanya
"Saya mau!" dua kata tegas dari Kartini.
Perjuangan tidak mudah, selalu ada rintangan. Namun tetaplah berjalan dan berjuang untuk pendidikan dan Indonesia yang lebih baik!
Selamat hari perjuangan perempuan Indonesia! Katakan dengan tegas, "Saya Mau!" kepada dunia dan ceritakan mimpi kalian!
Saya Mau menciptakan Indonesia yg lebih toleran, anak Indonesia punya kesempatan menempuh pendidikan setinggi2nya & tumbuhnya nasionalisme!

The main points of these tweets are about the struggle of Kartini, our women hero, fighted for women’s right long time ago to get the same access for education as men did.  She encouraged women particularly, and all of citizens in general. “Habis Gelap Terbitlah Terang”, Kartini’s letters, described the situation of Indonesia at that time, when women got limited access compare to the men. It can be said, it is not only the letters. But, it is the moment when Indonesia ladies woke up, rose to achieve their dream, to be a part of this country, not limited to the race, sex, religion, tribes and so on. 


The way to achieve that is not easy as struggling is difficult, but soon we’ll find the light in the middle of problems. We have to make real the education that can be accessed for all Indonesian, to achieve their dream, to grow the nationalism in their spirit. We have to try helping poor people with our own way, taking care of them who want to need our attention. Go and tell your dream to the world!  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISFIT Preparation

Semenjak pengumuman dr ISFIT Norway awal November lalu (saya ingat sekali tepatnya tanggal 4 November, saya sungguh hampir lupa saya pernah apply, saat itu saya sedang menginap di rumah teman saya Audrey sehabis bekerja hingga larut malam, saya sungguh tidak membayangkan ini terjadi tapi Tuhan membukakan jalan, semoga bisa mengerjakan dengan baik:D). Sebelumnya flashback sedikit tentang proses saya mendaftar. Saya mengetahui ISFIT dari beberapa teman di UI dan sahabat saya Septian yang menjadi delegasi ISFIT tahun 2013. Saat itu, saya melihat topik-topiknya, membaca websitenya di isfit.org. Sangat menarik. Topiknya berada di antara isu-isu sosial, politik, hukum, dan topik global lainnya. Cara seleksi untuk mengikuti ISFIT ini adalah dengan mengirim 2 esai (sebetulnya 3, tapi esai ketiga ini tidak wajib, dan itu jika ingin mendapat travel support, karena ISFIT hanya menanggung akomodasi dan transportasi selama disana, tiket pulang pergi dari negara tidak ditanggung). Karena samb...

Kelas Inspirasi Bojonegoro, 2 Mei 2016

Daerah, bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan di Indonesia. Sarat dengan problema. Tidak jarang konflik timbul antara pusat dan daerah. Termasuk masalah pembangunan bidang-bidang fundamental salah satunya pendidikan. Pasalnya, belum banyak yang menyadari bahwa sedemikian pentingnya pendidikan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia. Bukan hanya kognitif semata, tapi afeksi, moral dan pendidikan dalam pelajaran hidup lainnya. Hati ini yang menggerakkan untuk melangkahkan kaki menuju Bojonegoro, di hari pembuka di bulan Mei yang lalu. Tiba di Surabaya pk 07.00 setelah pagi hari saya mengambil flight pagi dari Soekarno-Hatta, saya naik bus Damri dari bandara Juanda menuju Bungur, sampai di Bungur pk 8.15. Di Bungur, saya mengambil bus jurusan Bojonegoro. Perjalanan hari itu sangat menyenangkan, tidak terlalu ramai, naik bus di daerah yang cukup asing buat saya, tapi saya sungguh sangat menikmatinya. Menyenangkan sekali naik bus antar kota di Jawa Timur. Saya tiba di termi...

Kala Hujan Di Puncak Merapi

Jumat di pertengahan Maret menghantar kami menuju salah satu ciptaan Tuhan yang tentunya tidak kalah  indah dari ciptaan lainnya di alam semesta ini, yang membentang di bagian tengah Pulau Jawa, sebagian menyebutnya angker, tetapi kami sungguh sudah menantinya, Gunung Merapi, 2930 mdpl. Kisah kami dimulai dari hari itu, setelah lelah kami bekerja. Bagi saya saat ini, waktu untuk bercengkrama dengan alam sangatlah terbatas. Tidak semudah dahulu setiap bosan bisa pergi ke pantai atau gunung dalam tiap bulan. Sekarang, situasinya berbeda. Selalu ada konsekuensi dari setiap pilihan, bukan? Tetaplah ingat betapa berharganya waktu bersama orang-orang yang kita sayangi. Memasuki sore dengan cuaca cerah, berangkatlah kami dari Stasiun Senen Jakarta menuju Stasiun Solojebres. `Dini hari Sabtu, kami telah tiba di stasiun, menunggu Pak Nardi menjemput kami ke basecamp Merapi di Selo. Teman perjalanan saya dalam pendakian Merapi ini: Yupi, Ismi, Hilmi, Raihan, Bams, Handoyo, d...