Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire of human
race
There are people dying
If you care enough for the living
Make it better place for you and for me
Pada hari Senin dan Selasa
tanggal 5-6 Mei 2014, tim BP REDD+ menghadiri Forests Asia Summit 2014 yang
diadakan oleh Centre for International
Forestry Research (CIFOR), kerjasama dengan NGO-NGO, lembaga pemerintahan, perusahaan,
lembaga riset, konsultan serta lembaga lainnya yang menaruh perhatian tentang
isu lingkungan. Kurang lebih 2000 orang hadir dalam event tersebut. Sebagai
orang yang baru mengenal secara lebih mendalam mengenai isu lingkungan,
kehutanan, permasalahan, bagaimana kondisi lingkungan saat ini serta dampaknya
bagi kehidupan manusia, saya tentu sangat senang mengikuti acara ini karena
banyak hal baru yang bisa dipelajari.
Saya bukan seorang scientist atau
ahli dalam memilah istilah yang baik dalam mengarang. Anggaplah ini sebuah
refleksi singkat tentang gagasan dan pendapat yang ada dalam pikiran saya
mengenai lingkungan, kehutanan, beserta segala problemanya. Terutama banyak
sekali istilah-istilah dalam lingkungan yang saya baru ketahui setelah
mengikuti acara ini. J
Dibuka pada Senin pagi oleh
Direktur CIFOR, Peter Holmgren. Pagi itu bisa dikatakan pagi yang unik juga
karena kami bisa melihat Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono,
pertemuan langsung dengan Pak Presiden ini yang kedua kalinya. (oke tidak
penting.hehe) Intinya keynote speechnya yang diberikan pagi itu sangat menarik.
SBY dalam pidato singkatnya selalu membawakannya dengan to the point tetapi
semua intisari dapat diserap.
Pada intinya, bahwa apa yang kita
lakukan pada masa sekarang pada lingkungan adalah untuk kepentingan generasi
mendatang.
“What we do today is not for our own benefit
but for the billions who will inherit the earth.”-Susilo Bambang Yudhoyono.
Pembahasan lainnya mungkin tidak
bisa saya tulis semua, namun diantaranya yang saya ingat sebagai berikut. Pengelolaan
hutan merupakan kunci dari isu lintas sektor sebagai strategi Indonesia untuk
mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. SBY juga mengundang semua pihak pagi
itu untuk mendukung program-program yang dijalankan Badan REDD+.
Disambut juga dengan pembukaan
dari Menteri Lingkungan Hidup masing-masing negara ASEAN (sebutannya
berbeda-beda, intinya di Indonesia setara Kementerian Lingkungan Hidup J). Ada Menteri LH dari
Myanmar (U Win Tun). U Win Tun menjelaskan bahwasanya perlindungan terhadap
hutan harus menjadi prioritas semua pihak.
Menteri LH Singapura Vivian
Balakrishnan, menyebutkan dalam keynote speech singkatnya bahwa keanekaragaman
hayati di hutan Asia Tenggara lebih besar daripada di Amazon, Afrika atau hutan
di benua AS. Hutan, tanggung jawab
korporasi, good governance dan
hak-hak masyarakat di Asia Tenggara harus menjadi perhatian penting. Pertumbuhan
ekonomi di Asia harus dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
yang punya inklusi sosial yang lebih besar (pendekatan
untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka),
memperhatikan alam dan keadaan sosial lainnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa pemerintah, NGO, dan masyarakat setempat
harus mengutamakan transparansi, kolaborasi, serta perhatian lebih pada
pemecahan masalah degradasi hutan.
Pada dasarnya, setiap bangsa memiliki
hak untuk pembangunan. Realitanya masyarakat adat adalah korban vandalisme
lingkungan. Kita memiliki tugas besar untuk meninggalkan warisan yang “layak” untuk
dunia yang lebih baik untuk generasi berikutnya. Perusahaan memegang peranan
penting dalam bertanggung jawab atas dampak terhadap lingkungan dan masyarakat
lokal . Orang-orang memiliki hak untuk pekerjaan, pertumbuhan, kesehatan,
keamanan, keselamatan jangka panjang. Jadi pada hari ini semua pihak hadir
dalam pertemuan besar ini, dari perusahaan sampai pemerintah, semua
stakeholders punya andil masing-masing dalam melestarikan lingkungan. J
Kemudian, hari itu diadakan
banyak sekali diskusi dan sesi-sesi yang menarik. Kami mengikuti diskusi antara
lain “Green Growth in Southeast Asia”;
dan “Climate Change Lesson from
ASEAN-REDD+ Policy development and implementation: ASEAN Regional Knowledge Network on Forests and Climate”.
Perwakilan negara-negara di Asia Tenggara mensharingkan keadaan masing-masing
di negaranya. Hampir 90% semua materi yang saya terima hari ini adalah hal yang
baru, yang tidak saya ketahui sebelumnya, tapi saya senang sekali bisa ikut
dalam kegiatan ini, tempat yang sangat berharga untuk mencari ilmu J Belajar dimanapun,
kapanpun, dan dengan cara apapun. Terima kasih untuk Bang Kos, Mbak Dilla, dll
yang sudah mendaftarkan kami ikut acara ini. :D Juga untuk teman seperjuangan
Kania dan Bang Andreas yang selalu bersama dalam mempelajari hal ini.
Masalah utama yang
dihadapi REDD ialah forest fire. Mereduksi
deforestasi adalah tujuan utama yang ingin dicapai. Pemerintah Indonesia harus
memfasilitasi perkembangan REDD+ dengan mengklarifikasi regulasi dan prosedur
yang saat ini ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan bersama.
Kami beralih ke sesi berikutnya. Temanya “Investments: Improving Private Sector And Smallholder Participation And Performance In Sustainable Oil Palm Development”-CIFOR. Menyenangkan sekaligus lelah juga terkadang otak saya menerima semua istilah dalam lingkungan terutama terkait science. Tapi hidup untuk belajar, bukan? Jadi ya diterima dan berusaha dipahami saja hehe. Saya agak melewatkan beberapa hal dalam sesi ini, karena kami datang telat sehabis makan siang. Juga kami dapat tempat duduk yang agak belakang. Alhasil saya tidak terlalu memperhatikan.
Kemudian kami menuju pada diskusi
panel di salah satu ruang pertemuan dengan tema “Climate Change:Seeing Green in REDD-Sharing experiences on the equity
and economics of REDD+ Pilot Projects”. H.E Ola Elvestuen sebagai
Kepala dari Parlimentary Commitee for
Energy and Environment, Norway menerangkan topik ini. Juga ada Pavan Sukhdev
(UN Goodwill Ambassador) yang menjelaskan bahwasanya kita memerlukan a new economic indicator yang dapat
memuat the invisible economics of forests.
Mohon maaf jika ada salah tangkap dan
kurang mengerti, tapi kurang lebih ini ringkasan saya. Hehe. Pavan Sukhdev juga
mengatakan bahwa 77% gaji rumah tangga/household
salary didapatkan dari alam, maka kita penting untuk mendukung REDD. Di
Kalimantan Tengah, banyak kegiatan rumah tangga bergantung pada hutan. PT Rimba
Makmur, sebagai wakil dari perusahaan yang ikut menjadi pembicara saat itu,
mengatakan tranparansi menjadi hal yang penting, dalam bekerjasama dengan
masyarakat, terutama mengenai data tentang hutan, perubahannya dan dampaknya
bagi ekosistem. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui hal tersebut.
Kurang lebih sudah 3 sesi kami
ikuti dari pembukaan. Cukup membuka wawasan kami tentang hal-hal baru dalam
dunia perhutanan, lingkungan dan hal terkait lainnya. Agak menyesal juga
sebelum datang seharusnya membaca semua isu tentang hutan yang ada saat
ini.hehe
Malam itu ada Youth Session pada
malam hari yang dimulai jam 19.00. Kami hanya mendengar sekilas 2 pembicara
memberi penjelasan, salah satunya Kak Andyta Firselly Utami biasa dipanggil
Afutami (HI UI 2009, founder dari Parlemen Muda Indonesia). Diskusi nya tidak
bisa kami ikuti karena kami tidak tahu ada pendaftarannya. Intinya malam itu
pada sesi Youth sangat inspiratif: Youth are rule breakers. Sebagai orang muda,
kita “break the rules” dan tidak melihat norma sebagai pengekang. Orang muda
telah “unite” dengan solusi inovatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
hutan yang ada. Kami memiliki suara tapi kami masih melihat perdebatan
kebijakan dan proses pengambilan keputusan yang terjadi dengan sedikit
keterlibatan anak muda. Kami masih melihat puncak masalah adalah belum secara
efektif mengintegrasikan suara pemuda dalam diskusi lingkungan yang ada.
Kami juga mengunjungi stand-stand
company, NGO, dan lembaga lain yang peduli dan menaruh perhatian pada isu
lingkungan. Saya sampai tertegun melihat kepedulian mereka pada hutan dan
lingkungan sebegitu besarnya, terutama pada Indonesia J Ada yang sudah 40 tahun hidup
di Indonesia. Artinya hampir sebagian besar hidupnya dikorbankan untuk peduli
pada negara kita khususnya dan kehidupan dunia pada umumnya yang semakin merasakan
dampak global warming, ataupun
permasalahan lingkungan yang lainnya. How
amazing! Mereka juga yang tanpa kenal lelah terus memperjuangkan hak-hak
masyarakat yang seringkali kepentingannya dikalahkan oleh pihak yang lebih
kuat. Masyarakat terutama masyarakat lokal didampingi dalam advokasi tanpa
pamrih untuk mendapatkan hak mereka.
Bertemu dengan teman-teman baru
juga terasa sangat menyenangkan. Kak Afutami pendiri Parlemen Muda, teman-teman
dari WRI, HUMA, WALHI, CGIAR dll. Saya selalu percaya bahwa “everything happens for a reason”. Begitu
juga kehidupan. Kita selalu dipertemukan dengan orang-orang yang tidak pernah
kita duga sebelumnya, untuk belajar, menjalin relasi dan lainnya. What a beautiful day!:)
6 Mei 2014
Hari kedua Forests Asia Summit
tiba. Kembali dibuka oleh Direktur CIFOR, Peter Holmgren. Peter mengatakan
masih perlu diadakan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar
tentang lingkungan, tetapi kita perlu berhati-hati apa pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Salah satu tujuan dari konferensi ini adalah komitmen untuk
penelitian bagi semua negara. Ini adalah waktu dimana kita bisa menaikkan topik
pembangunan berkelanjutan. Kita harus membawa topik mengenai kepedulian kepada
hutan dalam diskusi kita sehari-hari.
Sesi hari itu dimulai dengan tema
”Governance and Legal Frameworks to promote
sustainable landscapes”, dengan pembicara Kim Carstensen (Executive
Director, Forest Stewardship Council), Pak Achmad Santosa (Kepala Deputi VI
UKP4), Olof Skoog (EU Ambassador to Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN), Ty
Sokhun (Secretary of State, Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries
Cambodia), Rukka Sombolinggi (Direktur AMAN). Pembahasannya cukup menguras
tenaga, adanya ketidaktahuan, namun di satu sisi ingin memahami lebih.
Dari pengalaman yang ada,
dibutuhkan lebih dari sekedar pendekatan terpusat untuk mengatasi masalah di
sektor kehutanan di negara Kamboja dan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Transparansi, partisipasi, kesetaraan, inklusivitas, responsif dan efisiensi,
prinsip-prinsip efektif dalam kerangka kebijakan, keamanan tenurial harus ada
didukung dengan pembentukan kapasitas dan inovasi masyarakat. Pembahasan dalam
diskusi itu juga mengenai timber/kayu, ekspor-impornya, apakah kayu yang
diekspor atau impor legal atau ilegal, bagaimana good governance yang baik dalam kasus kayu ini. Pembicaraan ini
tidak hanya menjadi beban pemerintah tetapi juga dialog multi-stakeholder. Begitu
juga dengan peran masyarakat sipil.
Sesi berikutnya pada hari itu
kita lewati, karena kami kehabisan makan di hotel. Alhasil kami harus mencari
makan ke tempat lain J.
Sesi sehabis itu yang saya ikuti adalah “Commitment
to Investments in Sustainable Landscapes”, dengan pembicara: Shinta Kamdani
(Vice Chairwoman KADIN), Rodrigo Chaves (Country Director for Indonesia, World
Bank), Stig Traavik ( Ambassador to indonesia, Royal Norwegian Embassy, Bustar
Maltar (Global Head Indonesia Forest Campaign, Greenpeace International), Heru
Prasetyo (Kepala Badan REDD+), Sarah Dickson Hoyle (Intern. Forestry Student
Association), Agus Purnomo (Special Assistant to the President of Indonesia for
Climate Change). Intinya masing-masing pembicara menyatakan komitmen dalam
bidangnya masing-masing, apa yang bisa diperbuat untuk membuat lingkungan lebih
baik, mendukung pembangunan yang sustainable.
Hubungan iklim dan lingkungan
tidak hanya menyangkut hubungan dengan lingkungan itu saja tapi berbagai aspek
lain misalnya. sistem pangan, Sistem pangan akan memiliki masalah karena
perubahan iklim laporan. Dialog untuk membangun segala persoalan harus terus
dibangun.
Masalah dalam tatanan
pemerintahan, bagaimana kerangka hukum yang dibuat dan bagaimana implementasinya
dalam aspek lainnya seperti perdagangan, keuangan, relasi dengan masyarakat
adat atau problema hutan lainnya yang selalu harus dibawa dalam diskusi kita,
tidak hanya berhenti pada acara Forests Asia Summit saja.
Di tengah hari menjelang berakhirnya
hari ini habis, sambil melihat antusiasme orang-orang menceritakan Forests Asia
Summit di twitter, saya berpikir sejenak kemudian bertanya kepada diri saya
sendiri, sebenarnya agak kontradiktif juga membicarakan hutan dan kelangsungan
hidup bumi selanjutnya tetapi di dalam ruangan hotel yang full dengan AC, lampu
menyala dengan terangnya di setiap sudut. Tentunya berapa banyak energi yang
sudah terbuang dalam hotel ini. Tapi juga mustahil pertemuan besar tapi
diadakan di hutan bukan :p Intinya harus bijak dalam menggunakan energi agar
lingkungan tetap terjaga dan ingat bahwa yang kita lakukan sekarang akan
berdampak pada generasi yang akan datang.
Bisa jadi mereka sendiri atau
bahkan kita (saya sendiri) pun belum pernah benar-benar merasakan dampak buruk
dari global warming. Apakah kami benar-benar sungguh mau berbuat sesuatu untuk
mengurangi dampak dari global warming?
Pelajaran berharga yang sudah
diterima 2 hari ini, walaupun dengan hampir beberapa materi masih mengambang di
awang-awang, atau korelasi satu sama lain masih membentuk kerangka-kerangka
dalam pikiran saya. Namun, hidup adalah sebuah pembelajaran dan jangan pernah
berhenti untuk belajar, dimanapun dan kapanpun. Termasuk mengenai isu
lingkungan yang tentunya dekat dengan kehidupan kita. J
“What we
are doing to the forests of the world is but a mirror reflection of what we are
doing to ourselves and to one another.”- Mahatma Gandhi
Maria
Anindita Nareswari
Komentar
Posting Komentar