Mungkin sudah sering kita
mendengar bahwa negara kita kaya akan kekayaan laut, lautnya indah, luas dan
berjuta kehidupan manusia bergantung padanya. Bagian yang memiliki porsi 2/3 wilayah
Indonesia ini merupakan sumber kehidupan. Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita
telah mengarungi laut dan samudera, memperkuat bukti bahwa laut sudah merupakan
separuh jiwa bangsa kita.
Pidato pelantikan Presiden
Jokowi, Oktober 2014, yang sering didengung-dengungkan tentang laut kita, “Kita
harus bekerja sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.
Samudera, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita terlalu
lama memunggungi laut, memunggungi samudera dan memunggungi selat dan teluk.
Ini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut
justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu bisa kembali
lagi membahana.”
Dengan persoalan yang terus
menjadi ancaman, di hari Maritim Nasional ini hendaknya kita selalu ambil bagian
dalam memajukan kembali kejayaan laut kita, lewat cara yang sederhana namun
memberi makna. Merawat laut dan kehidupan di sekitarnya berarti memberi
kehidupan bagi seluruh manusia. Jangan sampai potensi kita tersia-sia, jumlah
produksi perikanan kita mencapai urutan ke-3 terbanyak di dunia di bawah China
dan India. Diperkirakan dari laut Indonesia mencapai nilai perokonomian
mencapai 3 trilliun dollar AS sampai 5 trilliun dollar AS. (sumber:Kemenkeu RI).
Terumbu karangan kita yang menyumbangkan 21% terumbu karang dunia. 40 cekungan
minyak yang berada di perairan Indonesia, dan masih banyak potensi laut kita
yang lain.
Penenggelaman 38 kapal, kegiatan
prioritas tahun 2016 baik dalam pengelolaan perikanan tangkap, budidaya, laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil yang dicanangkan KKP RI, baik yang sudah ataupun
yang akan dilakukan semoga menjadi langkah baik mencapai visi dan misi negara
kita. Tidak hanya untuk laut kita tapi untuk seluruh kehidupan manusia serta
keutuhan alam ciptaan.
Mengutip
pidato kebudayaan Hilmar Farid berjudul Arus Balik Kebudayaan yang baik juga
untuk direfleksikan:
"Proses
kemerosotan kebudayaan maritim berlangsung selama sekurangnya 200 tahun. Dengan
akses laut yang terbatas kehidupan berorientasi pada daratan. Pengaruhnya bisa
terlihat dari kekeliruan yang terus berulang ketika menerjemahkan konsep
archipelagic state sebagai negara kepulauan.
Asal-usul istilah dalam konteks ini sangat penting seperti diingatkan
Profesor Lapian dalam disertasinya. Kata archipelago berasal dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu arkhi yang berarti utama dan pelagos yang berarti
laut. Jadi, jika digabungkan maka archipelago berarti laut yang utama, atau
dalam rumusan Profesor Lapian, lautan yang ditaburi pulau-pulau.
Perbedaan pengertian
ini bukan persoalan etimologi dan semantik belaka, tapi persoalan cara pandang.
Dengan menyebut negara kepulauan maka laut dilihat sebagai pembatas atau
penghalang antara pulau yang satu dengan yang lain.”
Mungkin ada kekeliruan
penyebutan istilah dalam hal kelautan, tetapi semoga tidak menjadi penghalang
dalam memajukan terus bidang maritim Indonesia. Wujudkan mimpi bangsa kita
menjadi poros maritim dunia. Jalesveva Jayamahe!
Komentar
Posting Komentar